Adakah Agama yang Tidak Pancasilais?
Pernyataan seorang pengacara yang mengatakan bahwa hanya ada
1 agama saja di Indonesia ini yang sesuai dengan Pancasila, awalnya membuat
saya sedikit emosi. Namun beberapa detik kemudian saya malah tersenyum geli
karena wajahnya dalam rekaman video yang viral itu saat memberikan keterangan, nampak
begitu meyakinkan. Padahal menyimak isi ucapannya, jelas ia tak benar-benar
paham dengan apa yang sedang ia ucapkan. Banyak orang (mungkin termasuk saya) kadang
berbicara secara yakin seakan-akan apa yang dikatakan itu adalah kebenaran.
Pengetahuan manusia memang dibentuk dari serangkaian
informasi dan data yang didapat dan
dicerna oleh pikiran. Kedalam pengetahuan akan sesuatu tidak mungkin dibentuk
secara instan. Pasti ada proses yang harus dilalui dan itu membutuhkan waktu
dan ketekunan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data dan informasi. Terkadang
upaya lama dan panjang dalam mengumpulkan informasi dan data, belum tentu menghasilkan
pemahaman terbaik, karena pengetahuan itu bergerak dinamis.
Apalagi bicara soal kebenaran keyakinan agama yang sifatnya
cenderung tertutup bagi mereka yang memiliki keyakinan yang berbeda. Seseorang
yang memeluk agama A, tidak akan banyak mengetahui tentang agama selain agama A
yang dianutnya. Sementara pengetahuan mengenai satu agama itu sangatlah luas dan kompleks. Mengetahui
dengan pasti agama yang diyakininya saja sudah merupakan suatu hal yang tidak
mudah, apalagi bicara soal agama lain. Karena itulah, saya pribadi kalau diajak
bicara soal perbandingan agama, memilih untuk menghindarinya.
Soal agama itu sebenarnya berada diranah-ranah privat,
bersifat pribadi-pribadi. Mengatakan dengan pasti bahwa sebuah agama bertentangan
dengan Pancasila justru akan dengan
mudah menunjukkan kedangkalan pemahaman. Lebih jauh lagi, si pemberi pernyataan
telah menunjukkan minimnya tingkat intelektualitas yang dimilikinya karena
dengan berani melakukan penghakiman berdasarkan pengetahuannya yang minim.
Belum lagi bicara soal sensitivitas isu-isu agama yang mudah
memicu ketersinggungan. Menghakimi agama-agama tertentu sudah pasti
bertentangan dengan Pancasila, akan membangkitkan sentimen-sentimen negative serta
saling curiga. Kondisi ini bisa memecah persatuan bangsa karena memposisikan
perbedaan-perbedaan untuk dipertentangkan. Padahal agama, apapun bentuknya
pastilah mengajarkan tentang cinta kasih, perbuatan kebaikan dan menjunjung
tinggi kemanusiaan dan dengan demikian semua agama pastilah sesuai dengan
Pancasila. Kecuali ada agama yang mengatakan bahwa Pancasila tidak sesuai
dengan keyakinannya dan dengan demikian Pancasila pun ingin diganti. Tetapi jika
ada agama yang seperti itu, pastillah itu agama politik, agama yang lebih suka
berpolitik.
Konteks pernyataan sang pengacara tadi juga terkait dengan uji
materi Perppu yang mengatur Ormas bukan Perppu mengatur Agama. Agama jelas berbeda
dengan ormas seperti yang diatur dalam Perppu. Tentu adalah sesat pikir, jika mengatakan
kalau Perppu Ormas dapat dipergunakan membubarkan agama. Pemerintah memang
telah menggunakan perppu ini untuk membubarkan sebuah Ormas, tetapi tidak
berarti negara membubarkan agama yang dijadikan dasar ormas yang dibubarkan
tersebut. Alasan pembubaran juga didasarkan pada adanya indikasi kalau Ormas
tersebut ingin mengganti Pancasila.
Saya menjadi tambah geli ketika mencoba memahami pikiran
bapak pengacara ini. Tetapi sebagai umat beragama, saya memiliki kewajiban
untuk menghargainya. Mungkin sebatas itulah pemikirannya. Bukankah tuhan memang
menciptakan beragam manusia untuk menghiasi indahnya dunia ini? Bagaimanapun,
bapak pengacara itu adalah juga ciptaan tuhan. Kalaupun ada pernyataannya yang
sedikit lucu, mungkin karena ia sedang lelah.
Semarang, 5 Oktober 2017
Komentar