Jawa-Bali, Persaudaraan yang tidak Boleh Putus

Bali hari ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah tanah Jawa dimasa lampau. Manusia Bali hari ini juga memiliki keterkaitan dengan manusia Jawa dimasa lalu. Banyak fakta sejarah lisan maupun tulisan yang menunjukkan betapa erat hubungan Jawa dan Bali. Semuanya mengarah pada keyakinan bahwa manusia Bali dan Jawa memiliki ikatan sejarah persaudaraan yang sangat kuat. Apa yang kita lihat hari ini di Tanah Bali sesungguhnya juga ada di tanah Jawa beberapa Abad yang lalu. Hal ini karena adanya kesamaan budaya yakni budaya Nusantara. Jejak budaya Nusantara yang merupakan local genius nenek moyang Indonesia ini bahkan tidak hanya ada di Tanah Bali dan Jawa tetapi juga tersebar di Pulau-pulau lainnya di Indonesia

Isi Serat Dharmagandul tentang tokoh Sabdo Palon Naya Genggong yang mengisahkan awal mula menguatnya pengaruh Islam ditanah Jawa, melahirkan prediksi bahwa arah perginya Sabdo Palon ketika berpisah dengan Brawijaya V di Banyuwangi adalah ke "tanah seberang" yang kurang lebih berarti ke tanah Bali. Sosok Sabdo Palon ini bagi yang memiliki kekuatan teropong secara spiritual diperkirakan sama dengan sosok Danghyang Dwijendra atau sebutan lainnya Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh, pendeta sakti waskita yang tidak diragukan sangat diyakini masyarakat Bali perannya bagi perkembangan spiritualitas di Tanah Bali. Ini mempertegas lagi, hubungan yang tidak saja darah melainkan juga paham-paham keagamaan dan budaya.

Sayangnya dalam perkembangan selanjutnya (tidak jelas mulai kapan berlangsung) pemahaman umum orang-orang Bali kemudian memandang bahwa Pulau Jawa identik dengan sesuatu yang berbeda dengan agama Hindu. Ini bisa disimak dari sebutan orang Bali untuk mereka yang beragama Islam yakni "Nak Jawa". Jadi meski mereka berasal dari Sumatra, Sulawesi atau Kalimantan misalnya, kalau mereka beragama Islam maka akan disebut "Nak Jawa". Lebih luas lagi, mereka yang berkeyakinan lain selain Hindu juga disebut "Nak jawa". Penyebutan ini sepertinya mulai sangat membedakan antara orang Bali dan luar Bali terutama yang berasal dari Pulau Jawa. Secara tidak sadar semua ini merenggangkan persaudaraan manusia Jawa dan Bali.

Peristiwa Bom Bali juga berperan besar semakin merenggangkan persaudaraan Manusia Bali-Jawa. Pandangan orang Bali lantas memposisikan bahwa perbedaan agama menjadi sangat mutlak bahkan mengarah pada pencerminan baik dan buruk. Penguatan pengaruh Islam yang lebih lekat dengan hal-hal berbau Arab beberapa waktu belakangan menjadikan perbedaan semakin besar. Sikap intoleran seolah-olah semakin berkembang memupuk rasa saling curiga satu sama lainnya.

Jembatan Persaudaraan Manusia Bali-Jawa seharusnya terus diperbaiki dengan merubah pandangan serta mengurangi rasa saling curiga. Bahwa Islam yang sebenarnya berkembang di tanah Jawa saat ini masih banyak yang membiarkan budaya-budaya Nusantara tetap hidup bahkan menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. Menurut saya,justru karena itulah mengapa Islam bisa berkembang pesat di Tanah Jawa. Pemahaman-pemahaman nilai luhur nenek moyang berbalut budaya-budaya luhur hingga kini masih tetap hidup. Memang ada upaya yang sangat kuat untuk meniadakannya, namun penentangan atas upaya ini juga kuat. Harusnya kita lebih sering mencari persamaan-persamaan yang bisa menyatukan, bukan justru mengedepankan perbedaan-perbedaan yang membuat kita saling curiga. Persaudaraan Manusia Bali-Jawa tidak boleh sampai terputus apalagi sampai masuk keranah konflik.

Komentar

Postingan Populer