Neoliberalisme Memakan Dirinya Sendiri

Krisis keuangan Amerika akan membawa dampak yang besar bagi nasib perekonomian dunia. Korban yang berada di garis depan dipastikan rakyat miskin. Bagaimana tidak, lesunya perekonomian akan membuat investasi berjalan sangat lambat. Pertumbuhan ekonomi juga akan melambat, bahkan bisa jadi justru minus. Ini berarti akan ada banyak tenaga kerja produktif yang tidak terserap dalam dunia kerja. Sangat terbuka peluang yang sudah bekerja bisa jadi akan kehilangan pekerjaannya. Angka pengangguran akan meningkat, dan daya beli masyarakat akan terus menurun. Pada situasi yang demikian, pendapatan negara juga akan berkurang sehingga biaya sosial bagi penanggulangan kemiskinan makin menipis. Akan ada banyak anak putus sekolah, pelayanan kesehatan bagi yang miskin tidak bertambah baik. Dengan masih menggilanya korupsi, maka Indonesia kemungkinan besar akan semakin terpuruk.

Saya belakangan menjadi cukup tertarik dengan perkembangan kejatuhan pasar uang di Amerika Serikat. Tulisan-tulisan yang dulu sudah mengingatkan agar keyakinan NEOLIBERALISME jangan terlalu di bebaskan menunjukkan buktinya. Karl Marx dalam manifesto Komunisnya juga telah memberi sinyal kuat bahwa suatau saat kapitalsme sebagai roh dari pahama neoliberalisme akan menemukan titik nadir akibat kerakusannya sendiri. Kapitalisme akan runtuh akibat akumulasi modal itu sendiri, demikian kira-kira isi tulisan Karl Marx.

Kekuatan Kapitalisme lalu berusaha keras membantah tesis karl marx ini yang kemudian menjelma menjadi apa yang disebut perang dingin pada daawasra 70 hingga 80 an antara Amerika sebagai penjelmaan Kapitalisme dan Uni Soviet sebagai penjelmaan Komunis. Diawal 1990 an Kapitalisme berjaya dan Uni soviet harus hancur lebur. Francis Fukuyama menyebut kemenangan ini sebagai akhir dari sejarah (the End of History) karena kapitalisme sudah menjadi pemenang dan tiada kekuatan yang bisa melawannya.

Ternyata Kapitalisme tidaklah sehebat apa yang terlihat. Tesis Karl Marx lalu menemukan pembuktiannya. Akumulasi modal yang berlebihan akan membunuh Kapitalisme itu sendiri. Tesis ini sebenarnya masih berlanjut dengan keyakinan bahwa saat kapitalisme ini mati, maka komunisme lah yang hidup karena komunisme adalah anti tesis dari kapitalisme itu sendiri.

Tetapi mungkin persoalannya tidaklah sesederhana itu. Krisis keuangan di Amerika ini sangat sulit untuk bisa memberi ruang bagi hidupnya lagi komunisme seperti yang pernah hidup di Uni Soviet. Hanya saja kekuatan "komunisme malu-malu" seperti yang diterapkan China yang akan menjadi kekuatan utama dunia.

Saya menjadi tercenung, apalagi setelah Berita di Harian Kompas Hari ini menyebutkan bahwa Amerika sedang meminta bantuan negeri Tirai Bambu untuk mengatasi masalahnya, setelah eropa angkat tangan. Seorang analis Keuangan China menyebutkan bantuan dari China akanmungkin diberikan jika Amerika membuka kran bagi perdagangan produk china di Amerika. Kini nampaknya semakin jelas, siapa yang akan menjadi pengendali ekonomi Dunia. Tidak Amerika tidak negara-negara Eropa tetapi CHINA. Apakah ini berarti bahwa sebenarnya Komunisme lebih unggul dari Kapitalisme? Saya tidak bisa menjawab pasti. Tetapi satu hal yang perlu dicatat bahwa sebenarnya apapun yang dibiarkan bebas sebebas-bebasnya hanya akan berujung pada bencana.

Komentar

Anonim mengatakan…
Salam pembebasan,
Di tingkat global setelah kisah krisis air, krisis iklim, krisis minyak, krisis pangan, kini krisis finansial naik panggung, Paradoksnya jalan krisis itu terus ditempuh. Masih saja mekanisme pasar dan korporasi dianggap solusi yang menjanjikan. Ironi abad ini, rasionalitas yang irasional. Rasionalitas yang paling tidak masuk akal.

It’s the capitalism, stupid! (adaptasi dari frase politik yang populer digunakan Clinton ketika berkampanye melawan George Bush Senior, it’s the economic, stupid!)

Silah kunjung
Krisis Keuangan Global : Karl Marx di Aspal Jalan Dunia Datara
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/10/krisis-keuangan-global-karl-marx-di.html

Postingan Populer