Kepunahan Bisnis Media Massa
Media massa adalah soal medium dan Konten (isi). Karena
itulah bisnis media massa dimungkinkan karena adanya 2 hal penting yakni
penguasaan secara terbatas atas medium dan ketersediaan modal untuk menjalankan
perusahaan media terutama dalam hal penyediaan konten (isi). Diantara dua faktor tersebut (medium dan isi), faktor mediumlah yang lebih dominan membentuk bisnis media. Menguasai medium tentu berkaitan dengan soal kekuatan modal
ekonomis dan juga politik. Selama medium bisa dikuasai secara
terbatas, maka bisnis media massa masih dapat terus berjalan. Namun ketika
medium bukan lagi menjadi sumber daya yang langka, maka bisnis media massa kemungkinan
besar akan memasuki era kepunahan.
Perkembangan teknologi internet terutama dalam kemudahan
penggunaan saluran dan perangkat
pembacaan data (hard ware dan software), menjadikan medium tidak lagi sumber daya yang langka dan dikuasai oleh pemilik modal. Medium yang
memungkinkan setiap manusia mampu menjangkau banyak orang, demikian terbuka bagi siapapun untuk dimiliki.
Wujud nyata dari kemudahan penggunan medium ini adalah tersedianya berbagai
media sosial. Selain mudah diakses, hampir sebagian besar media sosial tersebut
gratis. Mudahnya akses kepada medium penyebaran informasi secara massal ini,
memungkinkan siapapun dapat menjadi penyedia konten untuk khalayak. Hal seperti
ini tentu saja sangat sulit terjadi ketika medium masih bersifat terbatas
misalnya hanya melalui kertas (media cetak) atau melalui frekuensi (TV dan
radio).Jika pada masa sebelumnya informasi hanya mampu disebarluaskan oleh
media massa arus utama yang jumlahnya terbatas, maka kini penyebar informasi
kepada khalayak bisa siapa saja melalui akun media sosial.
Kondisi dimana medium bisa dengan sangat mudah diakses,
menjadikan perkembangan media massa tidak lagi hanya ditentukan dari penguasaan
medium, melainkan soal konten atau isi informasi yang disebarluaskan dan yang
dapat memuaskan khalayak. Permasalahannya, tidak ada ukuran yang jelas mengenai
konten (isi media) seperti apa yang bisa menarik perhatian khalayak. Hal ini
mengakibatkan bahwa pilihan konten media yang dikonsumsi tidak hanya yang berasal dari sumber-sumber
dengan kualitas maupun akurasi terbaik.
Lebih populernya informasi dari sumber-sumber individu
diluar media massa arus utama yang didapat di media sosial, menunjukkan bahwa
khalayak tidak lagi begitu mempedulikan siapa yang menjadi sumber konten.
Sebagai contoh, khalayak lebih mempercayai informasi hoax di internet dibanding
infromasi dari media massa arus utama (Koran dan televisi). Demikian pula dalam
hal hiburan berupa audio video, dimana khalayak terutama yang dari kalangan
remaja, lebih memilih menikmatinya dari medium internet daripada harus duduk
manis di depan pesawat TV.
Penguasaan medium yang demikian terbuka dan ketidakpedulian
khalayak atas sumber penyedia konten terbukti memposisikan media massa sebagai
industri yang mengalami tekanan bisnis
yang kuat. Media massa arus utama
semakin ditinggalkan karena khalayak memilih lebih menjadikan media sosial
sebagai sumber informasi. Sementara itu hiburan utama khalayak dimasa datang
tidak akan mampu lagi dipenuhi dari media radio dan televisi melainkan dari
akun-akun penyedia konten di media-media sosial.
Dampak lanjutannya, pemasang iklan sebagai penyedia “darah”
bagi bisnis media massa arus utama, kini memiliki banyak ragam alternatif
pilihan menempatkan iklannya. Jika dulu pilihannya adalah di media cetak, radio
dan televisi yang terinstitusionalisasi secara bisnis, kini pemasang iklan bisa
menempatkan nya di akun-akun media sosial yang bersifat personal dengan jumlah
viewer atau follower yang banyak. Biaya iklan di akun-akun media sosial ini
tentu akan jauh lebih murah karena ongkos produksi untuk menyajikan konten yang
diunggah dimedia sosial tersebut sangatlah sedikit. Berbeda halnya dengan biaya
memasang iklan di media-media arus utama yang biaya produksinya tentu jauh lebih
besar.
Media massa arus utama, tidak hanya cetak melainkan juga
televisi dan radio, secara bisnis akan mengalami kemunduran yang semakin besar.
Bahkan sangat mungkin industry media massa akan mengalami kondisi tidak lagi
memiliki nilai ekonomis. Media massa bukanlah sebuah industri
yang mampu menghasilkan keuntungan financial menggiurkan. Masa dimana media
massa adalah sebuah industri akan benar-benar punah.
Media massa, kalaupun masih ada akan menjadi institusi yang
tidak lagi dikelola dengan aspek bisnis. Jadi media massa hanya akan menjadi
institusi penyedia informasi semata. Mereka yang mengelola media massa hanyalah
yang memiliki idealisme murni, karena bisnis
media massa arus utama telah punah.
Komentar