Menolak Mobil Dinas Baru, Demi Siapa???

Gubernur Bali Made Mangku Pastika diberitakan menolak pengadaan mobil dinas baru. Keputusan yang menurut saya cukup "nyeleneh" bila dikaitkan dengan apa yang menjadi kebiasaan para pejabat di negara ini. Seperti yang beralku umum, ketika seorang pejabat diberikan jatah mobil dinas baru, meski hantaman kritik datang dari segala penjuru, si pejabat pasti cuek saja. Mobil dinas baru dengan harga yang mencapai ratusan juta bahkan milyaran rupiah tetap saja dinikmati. Di Jawa Tengah misalnya. Meski ketika kampanye Bibit Waluyo memiliki slogan Mbali Ndesa Mbangun Ndesa (kembali ke desa membangun desa), toh ketika disodori pengadaan mobil dinas seharga milyaran rupiah, tidak kuasa ditolaknya. Contoh paling nyata adalah apa yang terjadi di antara para menteri kabinet Indonesia Bersatu II. Ratusan Milyar rupiah uang rakyat dipergunakan membeli mobil dinas baru meski kritikan sangat deras dan datang bertubi-tubi.

Pilihan Mangku Pastika menolak mobil dinas baru pun kemudian menarik untuk disimak. Diharian Kompas (31/8) disebutkan alasan penolakan karena ada hal-hal yang lebih penting yang harus diutamakan untuk dibiayai. Dengan mobil yang ada sekarang, Mangku Pastika mengaku cukup nyaman. Memang kalau bicara urusan lebih penting yang harus dibiayai oleh uang rakyat pastilah jauh lebih banyak. Diperlukan dana yang sangat besar, jauh diatas harga mobil dinas baru. Kalau saja dua mobil dinas baru untuk gubernur danwakilnya ada dikisaran dua mliyar rupiah, maka keperluan untuk membiayai kepentingan rakyat bisa mencapai ratusan milyar rupiah. Tetapi yang mesti dilihat adalah adanya semangat atau semacam niatan, bahwa urusan mobil dinas tidaklah begitu penting untuk masa-masa seperti sekarang ini. Dal;am logika saya yang hanya rakyat biasa, menggunakan mobil tentu semata-mata untuk memperlancar mobilitas. Selama ini masih bisa bergerak lancar dan aman, buat apa harus diganti. Lagian kalau ukuran mobil mewah dengan umur pakai 10 tahun, pastilah masih cukup fit untuk diajak kemana-mana. Lha mobil punya orang tua saya Isuzu Panther tahun 1996 saja masih sekarang tetap lancar kok dikendari. Jadi urusan prestise sama sekali tidak usah masuk hitungan. Saya berharap banyak pejabat yang juga memiliki logika berpikir yang sama seperti apa yang saya punya.

Hanya saja bagi sejumlah orang urusan prestise masih sangatlah penting. Ini saya baca dari pernyataan seorang anggota DPRD Bali di harian Bali Post (30/8), yang menyebutkan bahwa mobil dinas Gubernur Bali sangat layak diganti dengan yang baru. Si anggota DPRD Bali ini mengatakan berdsarkan pengamatannya, dengan mengendarai mobil dinas yang lama, Gubernur Bali kurang mendapatkan respon (penghormatan) dari institusi lain. Misalnya ketika menghadiri acara Presiden, terkadang mobil Gubernur Bali dihentikan pihak pengaman karena sangat kurang mentereng. Jadi, masih kata wakil rakyat itu, Gubernur Bali harus jalan kaki agar sampai di lokasi acara. Demikian juga dengan kecepatan jika mobil dinas Gubernur ikut rombongan menteri atau presiden. Mobil Dinas Gubernur Bali sering tercecer. Jadi, menurut anggota DPRD Bali itu, mobil Gubernur Bali harusnya segera diganti yang baru.

Saya tidak mudah memahami dengan baik alasan anggota DPRD Bali tadi. Mungkin karena saya tidak pernah menjadi pejabat sehingga harus memikirkan dengan sangat soal prestise. Kalau Gubernur Bali kurang mendapatkan penghormatan dariisntitusi lain gara-gara mobil dinas tua, itu bukan masalah besar. Yang penting rakyat menghormatinya karena penghormatan dari rakyatlah yang penting bagi seorang pejabat negara. Kalau dikatakan selalu tercecer dari rombonngan para menteri atau presiden, ya biar saja. Yang penting bisa sama-sama sampai ditujuan dengan selamat.

Harusnya pilihan Gubernur Bali menolak mobil dinas baru ini, bisa menjadi contoh bagi para pejabat lainnya. Kalau di Propinsi Bali, para Bupati harusnya bisa ikut kebijakan Mangku Pastika ini. Hanya saja ini masih sulit karena faktanya para bupati di Bali beberapa diantaranya, konon mobilnya sudah lebih mewah ketimbang mobil Gubernur Bali.

Bagi Gubernur Bali, pilihan menolak mobil dinas baru ini mudah-mudahan memang lahir dari rasa tulus dan iklas tanpa ada maksud tersembunyi. MMisalnya saja untuk meraih simpati agar bisa dipilih untuk kedua kalinya di periode berikutnya. Memang kecurigaan seperti yang saya punya ini sangat wajar mengingat begitulah prilaku pejabat dinegeri ini hingga saat ini. Sangat mementingkan pencitraan yang sayangnya dibuat dengan sangat semu alias ada maksud tertentu demi kepentingan jabatan.
Apakah Mangku Pastika termasuk salah satu dari jenis pejabat seperti ini? Saya hanya bisa berdoa, semoga saja tidak, sehingga cita-cita mewujudkan bali yang Mandara tidak hanya menjadi slogan kampanye.

Komentar

haridiva mengatakan…
Dihargai rakyat adalah apa yang membuat seseorang menjadi pemimpin, bukannya kereta mewah yang yang menjadi simbolnya ketika berpura-pura menengok rakyat.

Postingan Populer