Film “Lucky”, Mencari Jawaban Misteri Pasca Kematian Manusia
Apa yang terjadi pasca kematian manusia? Sesungguhnya tidak
ada yang bisa memberikan jawaban pasti karena benar-benar sebuah misteri. Apakah jiwa manusia
akan pergi ke alam baka kemudian saat kiamat datang, arwah-arwah itu di sortir,
ada yang masuk neraka ada yang masuk surga?. Ataukah jiwa manusia akan ber
reinkarnasi (lahir kembali) menjadi manusia atau mahluk lain sesuai karma nya
selama hidup?. Tetapi ada pula yang meyakini bahwa setelah mati yang ada
hanyalah kematian, diam, hening, gelap. Mana yang benar? Sekali lagi tidak ada
satupun mahluk di bumi ini yang bisa memastikan.
Pertanyaan tentang apakah yang terjadi setelah manusia mati
inilah yang berusaha dijawab dalam Film berujudl “Lucky” yang dirrilis sekitar
akhir 2017 lalu oleh Magnolia Pictures. Mengangkat kehidupan lelaki tua veteran
perang dunia II, berusia hampir 90 tahun bernama Lucky yang diperankan aktor
Harry Dean Stanton. Lucky digambarkan menjalani kehidupan sendiri, tidak
memiliki istri, anak atau keluarga disebuah kota kecil dan sepi. Meski merokok
setidak-tidakanya 1 bungkus per hari, ajaibnya Lucky bisa tetap menjalani
hidupnya dengan baik. Setiap pagi bangun, melakukan yoga, minum kopi lalu pergi
dengan berjalan kaki ke sebuah coffee shop. Itu adalah ritual yang dijalaninya
sehari-hari. Sesekali Lucky akan pergi ke sebuah Bar untuk minum jus dan
bertemu dengan teman-temannya.
Film ini dengan baik menggambarkan ringkihnya tubuh Lucky, tetapi
tetap mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan siapapun. Daya ingat dan
komunikasi dengan lingkunganpun masih sangat baik. Tidak ada yang menunjukkan
bahwa Lucky sulit menjalani kehidupannya. Hingga suatu saat, dan ini pertama
kalinya terjadi selama hidupnya, Lucky tiba-tiba terjatuh tanpa alasan jelas. Saat
memeriksakan dirinya ke dokoter, Lucky diberikan penjelasan bahwa organ
tubuhnya semua dalam kondisi baik. Tidak ada penyakit serius yang diderita.
Namun Lucky yang penasaran mendesak dokter dengan pertanyaan, mengapa ia
tiba-tiba jatuh pingsan tanpa sebab? Dokter hanya menjelaskan kemungkinan penyebabnya
karena Lucky sudah tua dan tidak ada manusia yang bisa hidup abadi.
Lucky yang baru tersadar bahwa kemungkinan kematian sudah
mendekatinya mulai berpikir, apa yang akan terjadi ketika dia mati?. Pencarian
jawaban atas pertanyaan Lucky ini ditemukannya ketika ia berjumpa dengan sesama
veteran perang dunia II bernama Fred di coofe shop yang biasa
dikunjunginya. Fred bercerita tentang
seorang gadis berusia 7 tahun di Filipina yang keluar dari lubang
persembunyiannya dengan senyum yang sangat indah dan tulus. Senyum yang membuat
Fred merasa sangat heran karena dalam kondisi hidupnya demikian menderita
karena penjajahan Jepang dan ditakuti-takuti akan diperkosa serta dibunuh oleh
tentara Amerika yang mengalahkan Jepang, gadis kecil itu tetap tersenyum dengan
demikian indah dan tulus. Tidak ada ketakutan sedikitpun padahal ia sudah
ditatanamkan bahwa tentara Amerika pasti akan membunuhnya. Fred yang mencari
tahu penyebabnya mendapatkan jawaban yakni karena Gadis kecil tersebut penganut
Budha yang meyakini bahwa kematian justru adalah pembebasan bagi dirinya yang
membuatnya merasa sangat bahagia. Karena itulah senyum gadis itu begitu indah
dan membahagiakan.
Lucky yang mendengar cerita Fred mulai menyadari bahwa dalam
kehidupan ini tidak ada yang perlu demikian ditakuti. Termasuk juga kematian.
Segalanya harus dijalani dan dihadapi dengan senyum. Sementara itu apa yang
terjadi setelah kematian, Lucky menyakini tidak akan ada apapun selain diam,
hening dan mungkin juga gelap. Manusia mati, ya mati. Tidak ada yang namanya
kehidupan setelah kematian karena jiwa itu sendiri tidak eksis setelah manusia
mati. Karena itu pula kematian pun sebaiknya dihadapi dengan senyum.
Lucky sendiri sepertinya digambarkan sosok yang ateist dan selalu
menggunakan rasio dalam melihat segala sesuatu didalam hidupnya. Termasuk dalam
menjelaskan mengenai konsep-konsep abstrak misalnya tentang apa itu realitas.
Selain itu, pandangan Lucky juga relative terbuka, selalu berusaha memahami
cara pandang orang lain. Apa yang dilihat itulah yang akan orang pahami.
Sementara apa yang seseorang lihat, tidak akan sama pemahamannya dengan orang
lainnya. Sikapnya sangat sopan kepada orang lain yang ditunjukkan kepada
seorang wanita single parents dengan anak usia 10 tahun yang merupakan imigran
dari Meksiko. Ia selalu berkata dengan sopan saat membeli sekotak susu secara
rutin di toko tersebut. Bahkan ketika wanita penjaga toko mengundangnya ke
pesta ulang tahun anaknya, Lucky bersedia hadir dan ikut menyanyi sebuah lagu berbahasa Meksiko tentang hidup
yang perlu dihargai di pesta tersebut.
Namun sikap skeptisnya muncul ketika pembicaraan mengarah
pada sesuatu yang tidak berwujud. Misalnya dalam sebuah dialog, dengan nada
tinggi Lucky mengatakan bahwa tidak ada itu yang namanya Jiwa. “Soul Its
doesn’t exist”. Lalu, ketika seorang Pengacara bercerita mengenai skenario
menghadapi kematian yang tidak bisa diprediksi yakni dengan menyiapkan surat
warisan sejak awal dan sudah juga membayar biaya kremasinya dengan tujuan tidak
merepotkan keluarga, Lucky dengan enteng mengatakan “semua yang telah engkau
skenariokan itu tidak adalah kesia-siaan, karena toh kamu akan tetap mati”.
Ketika manusia mati, dia tidak akan mungkin berpikir apapun termasuk apakah
benar keuarga yang ditinggalkan benar-benar repot mengurus. Manusia mati tentu
tidak bisa berpikir lagi.
Banyak dialog-dialog dalam film ini yang menarik dinikmati.
Para pemain nampaknya menyampaikan dialog persis seperti yang tertulis dalam
script namun dengan acting yang alami. Para pemain film yang merupakan
actor-aktor senior menguatkan pesan-pesan yang ingin disampaikan ke
penonton. Harry Dean Stanton memerankan
Lucky yang baik dan ini menjadi film terkahirnya. Beberapa minggu sebelum film
diluncurkan, Dean Stanton meninggal dunia.
Jangan Takut
Pandangan yang disajikan dalam film "Lucky" ini mengajak kita untuk
tidak terlalu ribet dan takut memikirkan soal apa yang terjadi setelah kematian
manusia. Ketakutan akan apa yang terjadi setelah manusia mati memang rentan
membuat manusia terjebak pada keyakinan-keyakinan semu seperti yang disajikan
dalam agama. Takut menderita setelah manusia mati karena jiwanya akan dimasukan
neraka seperti yang diajarkan agama membuat manusia justru lemah dalam
penegakan moralitas kemanusiaan. Ketakutaan akan neraka dan janji indah surga
sering menjadikan manusia kehilangan kemanusiaannya. Memusuhi yang berbeda dan
menuding-nuding yang berbeda penuh dosa.
Ada baiknya kita berpikir bahwa nanti setelah kematian,
tidak ada apapun selain keheningan, diam yang abadi. Tetapi tidak berarti
kemudian karena berpikir tidak ada neraka yang menakutkan kemudian manusia
bertindak semena-mena menyakiti manusia lainnya. Kemanusiaan adalah ketika
manusia melakukan kebaikan bukan karena
harapan mendapatkan imbalan melainkan karena kemanusiaan itu
sendiri. Imanuel Kant filsuf etika
moral menyebutnya sebagai Imperatif Kategoris, Kebaikan haruslah demi kebaikan
itu sendiri, bukan untuk sesuatu yang lain.
Semarang, 20 Januari 2018
Komentar